Home >Unlabelled > Sorong -Kuadas ini cerita kami Sobat BUP Sorong
Sorong -Kuadas ini cerita kami Sobat BUP Sorong
Ada cerita 02-03 Oktober 2013 : Menembus Gelapnya Malam, membuang segala ego.. Sorong -Kuadas
“Ini bukan tentang tujuan akhir..
Ini tentang nilai-nilai selama perjalanan yang kami dapat untuk mencapai tujuan itu..”
Tentang persahabatan, canda, tawa, tangis, gugup, khawatir marah,sayang..
Tentang ego yang harus ditendang jauh-jauh..
Tentang gelapnya malam..
Tentang seorang penakut…
Ehm.. bukan seorang tapi beberapa penakut yang dipaksa harus berani menembus malam..
Bukan untuk kami.. Ini untuk mereka. Adik-adik manis di Kuadas.. Semangat mereka dalam belajar, membaca dan berkarya untuk tanah ini, tanah Papua lah yang membuat kami merasa harus berjuang melawan rasa takut itu..
02 November 2013 Satu minggu sebelum hari dimana cerita ini dimulai, kami @sobatBUPsorong telah sepakat untuk menginap semalam di Kampung Kuadas. Itu berarti kami harus berangkat dari Kota Sorong di Sabtu sore, dan pulang pada Minggu siang. Mengapa harus di Sabtu sore? Yapp.. karena ada beberapa dari @sobatBUPsorong yang kerja sampai jam 2 siang, jadi kami sepakat untuk mulai jalan jam 3 sore agar tidak ‘dapat gelap’ di perjalanan, mengingat saat hari masih terang saja jalanan menuju Kuadas sudah sepi. Bisa dibayangkan saat malam . Hari itu yang bisa ikut ke Kuadas ada Kaka Bosko (@pacebosco), Kaka Naomi (@naomi_1204), Kaka Frizt (@friztyongly), Kaka Ibenk (@ikbalismail88), Kaka Danlie (@danlie77), Kaka Mario, Kaka Vian, dan saya sendiri Pretty (@prettyouw). Kami membawa 3 karton berisi sekitar 150 buah buku dari Book of Hope (BoH).
Oh iya.. kami juga membawa bekal berupa air mineral, snack-snack, permen, roti, gula, teh, kopi, beras dan ikan teri saos yang sudah dimasak sama Kaka Naomi ( hehehe.. Kami membawa itu semua agar saat disana, kami tidak merepotkan warga, terutama keluarga Ibu Pdt. Jean Anthoni yang sudah bersedia membuka pintu rumahnya dan ‘menampung’ kami. Jam 3 sore yang kami sepakati untuk mulai jalan, molor sampai jam setengah 5 sore. Menunggu. Pulang kantor jam 2:15 sore dan ternyata saya harus ke bengkel lagi, karena ada sedikit ‘problem’ dengan sepeda motor saya, setelah itu barulah ke rumah untuk ambil ransel berisi segala abcdefghijklm… Mohon maaf sekali karena saat itu saya agak ‘ngarettt’ ya sobats.. Kami bertujuh sudah berkumpul dan ternyata masih harus menunggu Mario yang beberapa menit kemudian baru menunjukkan batang hidungnya. Yaaa.. Akhirnya setelah delapan personil @sobatBUPsorong sudah lengkap di titik ngumpul, kami pun memulai perjalanan yang tak terlupakan itu. Perjalanan yang tak kami sangka-sangka akan kami lalui.. Perjalanan yang saya kira hanya ada dalam ftv-ftv di layar kaca.. Perjalanan dimana rasa capek, ego, canda, tawa, sedih, marah, dan bahagia jadi rujak :) Jadilah yang berboncengan saat itu: Kaka Bosko + Kaka Naomi, Kaka Danlie + Kaka Ibenk, Kaka Frizt + saya (Pretty), dan Kaka Mario + Kaka Vian.. Tak lupa kami berdoa sebelum memulai perjalanan. Saya (dan mungkin beberapa sobat bup) yang cukup kelelahan karena dari kantor-rumah-langsung turlap lagi mulai merasakan kantuk ditengah perjalanan. Kaka Frizt pun berinisiatif menyuruh saya untuk mengikatkan tali ransel saya pada ranselnya agar saya tak terjatuh saat tidur (gak tidur pulas juga sih.. sadar setengah sadar gitu lahh.. hihihi) di atas motor yang kami kendarai (sangat tidak disarankan untuk tidur di atas motor ya sobats!) hehe... Sudah satu jam perjalanan lancar-lancar saja hingga akhirnya Kaka Frizt + saya dan dua sepeda motor @sobatBUPsorong lainnya harus berhenti karena ternyata sepeda motor yang dikendarai oleh kaka Danlie + Kaka Ibenk, bannya bocor. Kami pun meminggirkan sepeda motor yang kami kendarai lalu menghampiri Kaka Danlie + Kaka Ibenk. Saat itu sudah hampir jam setengah 6 sore. Kami pun mencari solusi ditengah waktu mengejar matahari, dimana kami harus sampai di Kuadas sebelum hari benar-benar gelap. Kami #eh lebih tepatnya para pria @sobatBUPsorong pun ( mengeluarkan *kunci-kunci dari dalam jok)dan berusaha melepas ban sepeda motor milik Kaka Danlie yang rencananya akan dibawa dulu ke kota oleh dua orang dari kami sementara lainnya tetap menunggu disitu. “Dengan kondisi ban bocor seperti ini, akan lebih baik jika Kaka Danlie kembali ke kota dibanding harus melanjutkan perjalanan yang masih cukup panjang ini.. Kalau dipaksakan untuk terus jalan, percuma saja karena sudah tidak ada bengkel lagi di sepanjang jalan ini, kecuali yang di pinggiran kota sebelum jalan masuk sini… bagaimana Kaka Dan?” kaka Bosko mencoba memberi solusi. “Oke, Ka Bos..” jawab Kaka Danlie.. Rasa khawatir dan panik pasti ada, apalagi di suasana jalan yang kiri kanan hanya pohon-pohon tinggi dan sepi seperti saat itu. Ditambah lagi, beberapa minggu lalu dan mungkin sampai saat kami berada disitu (daerah itu masih rawan)… Uaaah… Tapi pertolongan Tuhan memang datang tepat pada waktuNya. Sementara melepas ban sepeda motor milik Kaka Danlie, dari kejauhan terdengar suara truk yang kain lama kian mendekat, dan ya.. itu truk besar yang di bak belakangnya ada beberapa ‘pekerja bangunan’ barangkali yang berdiri.. Saat truk mulai mendekat, kami pun melambai-lambaikan tangan, sambil bertanya dengan sedikit berteriak.. hehehe.. : “boleh numpang, pak?” Wahh.. Puji syukur! sopir truk itu baik hati sekali, beliau berhenti dan membolehkan untuk menumpang di truknya. Para lelaki @sobatBUPsorong pun bergotong royong mengangkat sepeda motor milik Kaka Danlie itu ke atas truk.. Wahh.. Kaka Naomi dan saya sampai terharu melihat saat-saat mereka mengangkat sepeda motor ke atas truk yang cukup sulit kelihatannya, karena setelah sisi sebelah kanan truk dibuka ternyata ada beberapa drum kosong yang besar, berdesak-desakanlah mereka disitu.. Ada beberapa bapak-bapak pekerja bangunan + 3 drum besar + 1 sepeda motor + 2 personil @sobatBUPsorong (Kaka Danlie dan Kaka Vian). Sebelum Kaka Danlie dan Kaka Vian akhirnya naik di truk itu, kami berdiskusi sebentar soal apa Kaka Danlie akan terus ikut ke Kuadas setelah sepeda motornya diperbaiki di kota atau sebaiknya Kaka Danlie kali ini tidak perlu melanjutkan perjalanan ke Kuadas, mengingat pasti akan menemui gelapnya malam selama di perjalanan nanti dan itu sangat beresiko. . Kaka Danlie pun mengatakan bawa ia tetap akan ikut ke Kuadas. Akhirnya Kaka Vian menawarkan dirinya untuk ikut bersama Kaka Danlie ke kota.. “Oke.. Kami akan menunggu kalian di kampung terdekat, Kampung Malawor. Kabari kami jika sudah sampai di kota, semoga kami pun sudah dapat sinyal..” pesan Kaka Bosko (Koordinator BUP Sorong) . Tak lupa kami mengucapkan terimakasih pada pak sopir truk itu.. Setelah truk mulai pergi menjauh, kami pun segera bersiap-siap menaiki sepeda motor menuju kampung Malawor. Kaka Frizt tetap membonceng saya (Pretty), Kaka Mario membonceng Kaka Ibenk dan kaka Bosco memboceng Kaka Naomi, “Ayo kita pergi sekarang untuk menghemat waktu..”kata Kaka Bosko… lalu saat hendak nge-start sepeda motor…… ah rupanya kunci sepeda motor Kaka Bosko hilang.., mungkin saat tadi sedang sibuk memperbaiki sepeda motor Kaka Danlie, kunci tersebut lupa diletakkan dimana. Ah yaa… ini mungkin yang biasa disebut orang, sudah jatuh tertimpa tangga pula.. ckcckckckk Sekarang tinggal kami berenam (Kaka Bosko, Naomi, Frizt, Ibenk, Mario dan saya). Kami tidak lagi sibuk dengan ban sepeda motor yang bocor, namun sibuk mencari kunci sepeda motor yang hilang. Kami berpencar, menyusuri jalan yang tadi sempat dilewati oleh Kaka Bosko, namun nihil. Setelah diingat kembali, jangan-jangan kunci tersebut ada di dalam jok sepeda motor Kaka Bosko yang ia letakkan tanpa sadar saat tadi mengambil *kunci-kunci. Jadilah saat itu, (kembali) para lelaki berjibaku dengan jok sepeda motor Kaka Bosko. Jok motor pun dibuka paksa dan benar, kunci itu ada didalam jok. Yeahh.. Tanpa berbicara banyak lagi, kami langsung meluncur ke Kampung Malawor untuk menunggu kaka Danlie dan Kaka Vian. Setelah kami tiba di Kampung Malawor, kami meminta ijin ke warga sekitar untuk duduk beristirahat sebentar sambil menunggu kedua sahabat kami. Untungnya warga di Kampung Malawor sangat ramah, kami mengobrol ringan seputar kegiatan @bukuntukpapua (BUP) khususnya di Sorong. Mereka rupanya tertarik dengan cerita kami. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 7malam dan belum ada tanda-tanda bunyi suara sepeda motor yang sudah tak asing lagi di telinga personil @sobatBUPsorong itu. Hal yang kami khawatirkan pun akhirnya terjadi, yaitu ‘dapat malam’ di perjalanan menuju Kuadas. Kampung Malawor semakin gelap, saya bahkan tak dapat melihat dengan jelas wajah orang-orang di sekitar saya, saking gelapnya. Hanya ada beberapa titik lampu disitu dan itu tak cukup untuk daerah itu. Kami khawatir terjadi hal buruk pada mereka. Saya sempat bilang pada Kaka Naomi bahwa ini salah saya karena tadi sore ‘ngarettt’ hingga kami harus mengalami hal seperti ini. “Ah sudahlah. Tra boleh bilang begitu. Tidak ada yang salah disini. Sekarang mari kita cari solusinya sama-sama, bagaimana supaya kita bisa menghubungi mereka (Danlie dan Vian).” Kata Kaka Naomi, cukup menenangkan (sejenak). Kami sadar benar tak ada sinyal di wilayah situ. Kalaupun ada, itu jarang. Warga turut membenarkan hal itu. “Disini sinyal susah didapat, kalaupun ada, itu biasanya didekat gereja situ.” kata salah seorang warga yang menunjuk ke arah gereja didepan kami. “Oh gitu ya, buk. Terimakasih infonya.” kata kami serentak. Saat itu juga saya, Naomi dan Ibenk bergegas ke dekat gereja dan mulai menghubungi salah satu dari mereka, sementara yang lainnya terus mengamati belokan di tanjakan, berharap mereka akan muncul dari belokan tanajakan itu. Tangan kami angkat setinggi-tingginya sambil memegang handphone, barangkali ada sinyal yang nyangkut di salah satu handphone. Kami berjalan kesana kemari seperti setrikaan namun tetap tak ada sinyal. Rasa ego, marah, menyesal, takut, sedih, bingung dan panik tampak di wajah kami yang terlihat samar-samar. Kami berupaya mencari sinyal karena kami berprediksi, hanya ada dua kemungkinan. Kemungkinan pertama, jika telepon ‘masuk’ saat dihubungi, berarti mereka telah sampai di kota dan dipastikan tidak kembali mengikuti kami ke Kuadas. Lalu kemungkinan kedua, jika saat ditelepon, tidak aktif, berarti mereka sedang dalam perjalanan menuju kami. Namun kedua kemungkinan itu tetap tak bisa kami yakini karena kami pun dsini belum mendapat sinyal. Aaahhhh.. Suasana kembali diam. Tenang. Tak ada suara. Oke.. kami harus terus melanjutkan perjalanan ini. Kami berenam (Kaka Bosko, Naomi, Frizt, Ibenk, Mario, dan saya) sepakat untuk melanjutkan perjalanan jika dalam 15menit, mereka (Kaka Danlie dan Vian) tak kunjung datang. Walaupun awalnya Kaka Naomi berkeinginan agar kami tetap menunggu mereka atau paling tidak menginap di Kampung Malawor sampai dini hari untuk kembali melanjutkan perjalanan yang masih sekitar 10 kilometer lagi menuju Kampung Kuadas. 15 menit pun berlalu, kami mohon pamit pada beberapa warga yang telah dengan senang hati menerima kami. Warga di Kampung Malawor itu sebenarnya juga tidak mengijinkan kami untuk melanjutkan perjalanan ke Kuadas di gelap malam. Terlalu berbahaya, katanya. Namun kami merasa harus melanjutkan perjalanan, karena warga disana pun pasti juga sedang menunggu kami dengan khawatir, mengingat saat itu hari sudah gelap dan tak ada alat komunikasi yang bisa difungsikan.. “Jika nanti ada dua anak muda, yang satu agak gemuk, dan satu lagi agak kurus mengendarai sepeda motor lalu singgah di Kampung Malawor ini, mereka sahabat kami. Tolong bilang ke mereka kalau tadi kami pun ada disini ya, pak.” Pesan Kaka Bosko pada salah satu warga. Kami pun mengucapkan terimakasih dan melanjutkan perjalanan. Formasi masih sama seperti tadi. Hanya saja kali ini, saya bergaya sedikit lebih ‘cowok’. Nah loh?! Maksudnya?.. Hehe.. Iya.. berhubung hanya ada dua makhluk Tuhan paling cantik (wanita) dalam rombongan tiga sepeda motor yang melaju di gelapnya malam itu, juga untuk menghindari tindak kejahatan di perjalanan oleh orang-orang yang tak kami kenal, maka kami bergaya seperti lelaki.. #apasih ini.. ckckckck tapi benar itu kami (saya dan Naomi) lakukan. Kami memakai jaket dengan resleting jaket ditarik sampai menutupi leher, rambut diikat jadi satu dan menggulungnya saat memakai helm. Tak lupa kami memikul ransel kami yang hmm cukup berat, sobat.. Di perjalanan semua diam. Hanya terdengar suara mesin sepeda motor yang melaju.. Sesekali terdengar suara Auw! saat ada sepeda motor kami yang tak sengaja masuk di lubang jalan. Serius saya pribadi, masih cukup takut dan waswas saat itu, dan berusaha menghilangkan rasa takut itu dengan mengajak Kaka Frizt untuk sama-sama menyanyi lagu rohani. Hiyaaaa…. Apalagi jika mengingat kejadian yang baru beberapa minggu lalu terjadi di sepanjang jalan itu dan kenyataan bahwa status ‘rawan’ dan ‘berbahaya’ masih melekat di sepanjang jalan itu. Hoaaaaauoo…. Ada beberapa mobil proyek yang berpapasan dengan kami. Tiap ada kendaraan yang berpapasan dengan kami atau saat kemi melewati ‘pondokan’ tempat tinggal pekerja proyek jalan, saya menunduk, hal itu saya lakukan supaya mereka tidak tahu bahwa ada wanita dalam rombongan kami.. heheheh #apalagisihini.. Sampai akhirnya kami berpapasan dengan dua mobil fortuner yang saya lihat dari balik kaca helm cukup banyak orangnya. “Hati-hati.. didepan sana ada ular” kata beberapa orang didalam mobil fortuner itu.. Wahh.. Apalagi nih? Ucap saya dalam hati. Ular? Kami saling berpandangan dan tetap melanjutkan perjalanan sambil melihat kanan kiri dannnn…. Ya.. benar. Kami melihat ada ular berwarna putih kehijau-hijauan di sisi sebelah kiri jalan dengan sebagian badannya yang berukuran panjang hampir satu meter sebesar lengan dewasa wanita di jalan dan setengah lagi tertutup rumput-rumput di pinggir jalan. Ah.. Tiba-tiba kami teringat dua sahabat kami yang belum ada kabar itu. Handphone pun kembali kami ambil dari dalam saku celana dan berusaha kembali mencari sinyal. Tak terasa, Distrik Makbon mulai terlihat dari kejauhan, itu tandanya sinyal sudah bisa nyangkut di handphone kami. Ya.. Seharusnya sudah ada sinyal, tapi ini? Tetap tak ada sinyal. Akhirnya kami pun sampai juga di Kampung Kuadas. Saat kami memasuki jalan masuk Kampung Kuadas yang jalannya berbatu dan menurun itu, ternyata jalannya dipalang dengan sebuah kayu yang cukup besar. Beberapa dari kami turun dahulu dari sepeda motor untuk mengangkat palang itu dan kemudian masuk ke Kampung Kuadas. Tak begitu banyak lampu disana, tampak sepi dan lengang. Hanya satu dua orang yang ada diluar rumah.. Saat itu sudah jam setengah 9 malam. Kami langsung menuju rumah Ibu Pdt. Jean Anthoni. Ibu Jean dan keluarganya cukup heran dan kaget melihat kedatangan kami. Ia berpikir bahwa mungkin kami tidak jadi datang ke Kuadas, apalagi sudah jam segini. Tapi, lihat… Kami datang, buk ( Setelah meletakkan barang-barang bawaan, kami pun menceritakan kejadian yang baru saja kami alami. Saya dan Naomi kembali bergegas menuju dermaga yang baru dibangun di belakang SD Kuadas. Mengapa kami kesitu? Yaa.. Menurut pengalaman kami di kunjungan ke Kuadas sebelumnya, sinyal di dermaga cukup bagus, jarak dermaga sekitar 70 meter dari rumah Ibu Jean. Sementara kami mencari sinyal yang tak kunjung memunculkan dirinya di layar handphone, sahabat-sahabat kami lainnya pun ikut menyusul kami ke dermaga.. Kaka Bosko pun mengatakan pada kami bahwa ia mendapat info dari Ibu Jean bahwa di Kuadas sudah hampir seminggu ini memang tidak ada sinyal, sedang ada perbaikan di towernya. Kami pun kembali ke rumah Ibu Jean dengan wajah memelas. Kami sampai sudah berpikiran hal-hal buruk yang terjadi pada mereka berdua (Kaka Danlie dan Vian) dan suasana kembali sepi, tak bersuara. Sampai akhirnya dari kejauhan kami mendengar suara sepeda motor yang sudah tak asing lagi di telinga kami. Ya Kampung terletak di darah bawah, sedangkan jalan utama ada diatas. Namun suara itu tiba-tiba hilang. “Sa yakin itu suara sepeda motornya Kaka Danlie.” Ucap Naomi dan beberapa sobat BUPSorong lainnya.. “Seharusnya sudah sampai disini, kan? Tapi ini kenapa belum sampai…” kata saya Saya dan Naomi tak sabar untuk mengecek di jalan masuk kampung dengan berjalan cepat menuju jalan itu. Ya.. Jarak jalan masuk menuju rumah Ibu Jean sekitar 90meter-an.. Dari kejauhan kami melihat ada dua orang yang sedang berjalan mendekat. Semakin dekat, kami semakin yakin itu mereka. Lalu.. apa yang dua orang itu lakukan?? Ya ampunn.. ternyata mereka sedang mendorong sepeda motor itu. Belakangan kami baru tahu bahwa mereka sengaja tidak mengendarai sepeda motor di sepanjang jalan kampung karena takut suara motor akan mengganggu ketenangan warga sekitar. Saat makin jelas bahwa dua orang itu adalah Kaka Danlie dan Vian, kami berlari mendekati dan merangkul mereka. Ada tangis bahagia disana, semua berpelukan, kami seperti saudara-saudara yang sudah berpuluh tahun tak bertemu dan dipertemukan dalam salah satu acara reality show.. Hiks hikss hikss… Kami pun masuk kedalam rumah Ibu Jean sambil mempersiapkan makan malam, Kaka Danlie pun memulai ceritanya sepanjang perjalanan tadi, bagaimana sampai ia dan Vian akhirnya memutuskan untuk menyusul kami di Kuadas, berikut cerita dari Kaka Danlie: “Setelah sampai di Sorong, saya langsung SMS ke Pretty, bahwa kami akan menyusul pukul 7.15 malam keluar dari Sorong, meski akhirnya kami keluar dari Sorong pukul 7.30 malam. Dari sinilah perjalanan yang cukup membuat saya takut dengan resiko perjalanan yang akan di temui, sambil berdoa dalam hati motor kami melaju melewati gelapnya malam & hutan lebat. Awalnya kami masih berpapasan dengan beberapa mobil dari arah Kabupaten Tambrau, selebihnya tidak lagi, apalagi yang searah. Bermodalkan tekad, nekad dan keberanian yang mulai mengendur, kami berdua terus melaju. Sesekali sepeda motor kami berbenturan dengan batu-batuan dan lubang jalan yang menganga. Ini pertama kalinya saya berkendara digelap malam, di tengah hutan dan melewati beberapa pondokan para pekerja proyek. Saya pun memulai pembicaraan dengan Vian untuk menghilangkan rasa kantuk dan takut. Bersyukur saat itu saya membawa senter kepala yang cukup terang. Beberapa kali saya meminta Vian untuk mengecek sinyal tapi hasilnya selalu nihil. Kurang lebih 30 menit perjalanan, kami singgah di salah satu warung kecil, membeli air mineral, lilin dan korek gas untuk antisipasi kalau kami terpaksa harus menginap di hutan. Penjaga warung bertanya, “mau kemana adee?” “Ke Kuadas bapa..” “Bahh jam begini ka? Kalian hati-hati yaa.. Beberapa minggu yang lalu ada kasus pembunuhan di sekitar sini dan jenazahnya belum di temukan” kata bapak penjaga warung itu. Saya yang sudah tahu kejadian itu dari perjalanan pertama dulu ke Kuadas berkata dalam hati: “Ya ampunn.. Kenapa bapak cerita soal kejadian itu.., tuh lihat raut wajah Vian berubah jadi makin takut..” “Teruss.. Teruss??” tanya Vian sebenarnya saya metasa sangat takut tapi saya seolah bersikap berani agar Vian merasa tenang dalam perjalanan tampak sekali sikap tubuh Vian yang khawatir dia duduk lebih mendekat di belakang saya,dan satu hal yang bikin saya agak heran saat dia bertanya tempat tempat yang telah jauh kita lewati "Kak Dan kita sudah lewati tempat sampah kah" Dalam hati saya berkata Tuhan tempat yang Bau seperti itu kok Dia ga ingat kalo kita da lewati Jauh...jangan jangan....???
Banyak pertanyaan aneh yang Dia tanyakan mungkin karena rasa takutnya walaupun demikian saya tetap konsentrasi dengan motor walaupun beberapa kali motor kami berbenturan dengan batu batu dan lubang jalan yang menganga, Tanjakan, tikungan, turunan terjal, jalan becek dan yang beraspal kami lalui. 1 jam perjalanan kami lalui, akhirnya kami memasuki Kampung Malawor. Namun tak ada tanda-tanda Kak Bosko dan teman-teman yang lain menunggu. Kampung itu sunyi sekali. “Vian, mereka mungkin sudah lanjut perjalanan ke Kuadas, ayo kita lanjut. Su ada sinyal?” tanya saya. “Belum ada, kak. Oiya kak.. Sekitar 1 jam lagi kalau tidak ada halangan, kita sampai di Kuadas. Kasihan.. mereka sudah lapar kapa,” ujar Fian. Perjalanan lancar hingga akhirnya kami melihat ada kampung kecil dibawah sana. Ya.. Itu Kampung Kuadas.. Vian berkata, “Alhamdullilah,” sementara saya berujar, “Puji Tuhan! Kami sampai” “Selalu ada jalan untuk setiap tujuan mulia, kan?” ucap Kaka Danlie menutup ceritanya.
Setelah makan malam, kami pun mulai beristirahat. Para lelaki tidur diruang tamu, melantai dengan karpet. Sedangkan saya dan Naomi mendapat tempat di kamar. Hehe.. malam itu, saya, Naomi, dan Kaka Danlie sebenarnya sudah lelah sekali. Namun kami harus mempersiapkan materi untuk besok di kelas Sekolah Minggu di Kuadas. Di saat yang lain sudah tertidur pulas dan mulai terdengar ‘paduan suara’ di antara kami malam itu (you know what I mean with paduan suara, kan? Hihihhihihihi yaps.. paduan suara = ng*r*k).
03 November 2013 Kami baru tidur saat jarum jam sudah menunjukkan pukul 02.00 dini hari. Sekitar pukul 06.30 pagi, kami pergi ke dermaga Kuadas untuk melihat sunrise. Setelah itu, kami kembali ke rumah Ibu Jean lalu MCK, sarapan dan lanjut ke ruangan kelas yang dipakai untuk kegiatan sekolah minggu. Kami mengikuti kegiatan sekolah minggu itu dan mengisinya dengan cerita bergambar tentang tokoh di Alkitab, Kisah Yunus dan Ikan besar, yang dibawakan oleh Kaka Naomi dengan sangat baik.
Kaka Bosko menyerahkan Book of Hope (BoH) secara simbolis kepada salah seorang guru sekolah minggu di Kuadas.
Pretty saat menyerahkan Book of Hope (BoH) secara simbolis kepada dua anak sekolah minggu di Kuadas. Setelah itu, kegiatan pun dilanjutkan dengan penyerahan 100 buah buku yang diberikan secara simbolis kepada ibu guru sekolah minggu dan adik-adik di Kuadas. Selain itu, kami @sobatBUPsorong meminta adik-adik untuk mengucapkan terimakasih kepada kaka-kaka yang sudah mau bantu mereka lewat @bukuntukpapua . Tak lupa kami berfoto bersama dan membagikan permen. Lalu kami ke rumah bapak Kepala Sekolah, Pak Wenand untuk menyerahkan 50 buah Book of Hope di tempat beliau yang dijadikan Rumah Baca. Makan siang rupanya sudah disiapkan oleh tuan rumah, keluarga Ibu Pdt. Jean Anthoni.. Wahh kami yang sedang lapar pun melahap ikan merah segar yang dibakar dan ternyata baru dipancing subuh tadi oleh warga ditambah lagi dengan sayur sawi tumis + nasi hangat + juga sambal (pake kecap yaa ;) hehe.. Setelah kenyang, kami pun beristirahat sebentar untuk kemudian kembali ke Kota Sorong. Stlah mkn siang. Dari ki-ka (Danlie, Frizt, Ibenk, Bosko, Vian, Mario) stlh sekolah minggu, mkn permen. Ki-ka (Pretty, Danlie, Naomi) Ahh ya… Perjalanan di malam itu.. Sampai saat saya mengetik kisah perjalanan kami ke Kuadas ini, kami @sobatBUPsorong yang saat itu menembus gelapnya malam masih tidak percaya bahwa kami masih ada sampai hari ini setelah melewati hari yang menegangkan itu. Mama saya pun tak pernah menyangka bahwa anak peremuannya itu mampu melewati gelapnya perjalanan menuju Kuadas. Mungkin beberapa dari sobat yang membaca tulisan ini berpikir, ah Lebay ah.. Tapi memang itu yang terjadi.. Banyak nilai positif yang dapat kami ambil dari perjalanan di malam itu. Saat semua rasa ego dalam diri kami benar-benar harus ditendang sejauh mungkin agar dapat selalu berpikir positif. Lebih dari itu semua dan yang paling penting, selalu ingat Tuhan apapun yang kita lakukan dan dimana pun kita berada. Tanpa perlindungan-Nya, kami tak tahu bagaimana nasib kami saat itu. Tahukah sobat? Setelah kejadian melewati gelapnya perjalanan ke Kuadas itu, kami @sobatBUPsorong , khususnya para wanita (saya dan Naomi) yang ikut dalam kegiatan waktu itu, setiap mengalami kejadian yang serupa saat di perjalanan malam di Kuadas, kami berkata: “Ahh.. ini saja kok. Kita pernah mengalami hal yang lebih sadis dari ini. Perjalanan malam ke Kuadas cukup banyak memberi pelajaran.. Kita sudah lewati jalan becek berbatu, gelap, turunan terjal di gelapnya malam dan sebagainya. Jadi, sekarang apa sih yang kita khawatirkan?” (petir? Iya.. kalo itu saya masih atut.. hihihi)
“Saat tampaknya tak ada jalan lagi didepanmu, jangan kau tengok ke kiri, ke kanan, apalagi ke belakang. Pandanglah ke atas, karena pertolongan hanya akan datang dari Tuhan” -@sobatBUPsorong
Salam Semangat,
@prettyouw @sobatBUPsorong
Pengikut
Label
- a bout me (1)
- cinta dan perbedaan (1)
- Istana yang paling indah (1)
- ketika Tuhan Menjawab Doa ku (1)
- Perbedaan (1)
- PULANG (1)